SI BUNGSU SRI MAHARAJO DIRAJO yang turun dari benua Ruhun menetap di pulau Perca, mencari tempat ketinggian hasrat hati hendak mencari kedamaian, memuja “sang hyang” sesuai dengan peradapan dan kepercayaab masa itu. Nenek moyang Sri Maharajo Dirajo menurut keterangan Ibnu Said (orang Arab) dan Ferrand (orang Prancis) berasal dari suatu dataran tinggi di pusat Asia yang letaknya disebelah barat laut negeri Cina, karena diperangi dan di desak oleh bangsa Hun undurlah mereka ke daerah yang lebih aman untuk menyelamatkan diri dan nyawa mereka, sehingga akhirnya sampailah mereka ke India Belakang.
Dala tambo tambo Minagkabau selalu akan kita jumpai Gurindam
Dari mano atitiak palito
Dibaliak telong nan batali
Dari mano asa niniak kito
Dari puncak gunung merapi
Sebagaimana yang telah diuraikan diatas bahwa kedatangan Sri Maharajo Dirajo ketempat ketinggian adalah untuk mencari kedamaian karena telah merasakan pahitnya hidup mengembara sejak mulai dari dataran tinggi pusat
Mengenai gunung Merapi ini menurut bapak M.Rasyid Manggis dalam bukunya “Minangkabau Sejarah Ringkas dan Adatnya” halaman 17 antara lain belia nukilkan :
Sesungguhnya di Sumatera tengah ada gunung yang lebih tinggi dari gunung Merapi, seperti gunung Kerinci dengan puncak inderapuranya yang 3.800 meter itu. Tetapi guung Merapi yang tingginya 2.891 meter adalah menjadi lambang sejarah, bukan karena ia menjulang di tengah tengah Sumatera tengah saja tetapi oleh karena kesanalah gelar historis Dt. Sari Maharajo mulai ditemui dan sampai sekarang gelar historis itu tetap ada di Pariangan dan di Pariangan ini pula mereka melakukan penyembahan sesuai dengan kepercayaan masa itu.
Kepercayaan kepada dewa-dewa yang masih dianut oleh suku bangsa
Anggota utama dalam rombongan Sri Maharajo Dirajo adalah Suri Dirajo yang dalam tambo disebut juga dengan Seri Paduka Berhala, diam di gunung Merapi dalam gua batu, dibukit yang tidak berangin, dilurah yang tidak berair, tempat Buaya Hitam Kuku, tempat Sirangkak nan mendengking.
Keturunan Suri Dirajo lah yang memberi nama Para Hiyangan, terambil dari nama Sang Hyang, kemudian fonetis jadi tutur kata Pariangan. Gelar Datuk Suri Dirajo masih dipakai sampai sekarang dalam Luhak Nan Tigo.
Kerukunan dan kedamaian yang selalu didambakan oleh rombongan Sri Maharajo Dirajo sejak dari Tanah Basa (India belakang) sekarang telah berpadu dengan kesuburan lembah Merapi yang berhawa sejuk lagi nyaman, dengan siraman matahari tiap pagi, menjadikan rombongan ini hidup bahagia, bumi senang, padi menjadi, ternak pun berkembang biak. Habis musim berganti tahun, rombongan yang tadinya kecil kini telah bertambah besar. Lalu dibuat mufakat untuk membuat huma dan teratak untuk tempat diam anak kemenakan, oleh Suri Dirajo yang kemudian bergelar Datuak, pandang jauah dilayangkan, pandang dakek ditukiakkan, dicari padang yang datar berhawa sejuk serta mendapat siraman matahari sepanjang hari, ditemuilah suatu tempat dan diberi nama Para Hiyangan (asal kata Sang Hyang) lama-lama jadi Pariangan. Di pariangan inilah Cupak mulai di papek,
Penghidupan yang rukun damai ini bersandarkan kepada mata pencaharian berburu binatang liar dan menangkap ikan. Laki-laki yang kuat perkasa lebih senang pergi berburu, sedangkan mereka yang tua-tua dan para wanita lebih bergairah hidup bercocok tanam, menanam umbi umbian dan jagung, pisang dan lain sebagainya sesuai dengan peradaban masa itu. Oleh karena kehidupan pada pokoknya dari hasil buruan, tidak jarang pula terjadi perpindahan penduduk ditentukan oleh padatnya binatang buruan. Darah pengelana yang diwariskan oleh nenek moyang mereka Sri Maharajo Dirajo dengan Datuak Suri Dirajo kembali mempengaruhi jalan hidup mereka, terutama bagi yang muda perkasa.
Oleh karena perlembangan penduduk, tidak jarang pula terjadi selisih paham antara satu kelompok dengan kelompok lainnya terutama sola adat dan pembagian rezeki. Untuk menghindarkan pertumpahan darah, masing-masing kelompok mencari
Sebagaimana telah kita uraikan bahwa kehidupan banyak ditentukan oleh hasil buruan, sebagian dari penduduk Priangan ini berkelana ke arah timur, Tabek Patah, lalu terus ke daerah IV Angkek serta ke arah Gaduik dan Palupuah. Mereka berkelana tidak mengenal waktu dan kurun zaman. Yang penting hidup aman serta hasil buruan yang padat atau mencari ikan sebagai sumber kehidupan. Sebahagian dari rombongan yang ke Palupuah ini terus menghilirkan Batang Masang, akhirnya mereka menetap di Silareh Aia, Padang Gantiang, Gudang dan Kayu Pasak. Disana mereka membuat huma dan Nagari. Tersebutlah Koto Alam, Gumarang, dan Palembayan. Sedangkan rombongan yang di Gaduik terus menurun ke Sawah Dangkal kemudian memudiki Sungai Batang Matur.
CASINO - Las Vegas - Mapyro
BalasHapusCasino Address: 군포 출장마사지 3400 North Center Street 남원 출장안마 S, 통영 출장마사지 Las 경상북도 출장샵 Vegas, NV 89109. Country Of Interest: 김천 출장샵 Country Of Origin: United States.