Minggu, 11 Maret 2012

IX. ZAMAN PENDUDUKAN JEPANG

Para politisi dunia telah meramalkan bahwa Jepang selaku sekutu Jerman akan menyerang Asia dengan suluruh kepulauannya, menyebar terus ke New Zealand dan terus meloncat ke benua Australia. Oleh sebab itu daerah terdepan seperti kepulauan Hawai harus di siap-siagakan. Untuk itu tidak sedikit pasukan marinir Amerika menjaga tiap garis lintas di sepanjang kepulauan Hawai.

Siaran pemerintah Jepang pada jam 1 siang waktu setempat masih mengatakan bahwa Jepang tidak akan melibatkan diri dari kancah peperangan yang kini sedang berkobar di Eropah. Juga Jepang mengumumkan tetap netral dan tidak ingin perang dengan Amerika maupun dengan sekutu-sekutunya. Mendengar siaran resmi pemerintah Jepang ini, seluruh pasukan marinir yang mengawal garis perbatasan di kepaulauan Hawai menjadi gembira. Meraka mengadakan pesta di restauran restauran. Meraka tidak lagi siaga dan waspada. Untuk apalagi selalu berada dalam gubuk-gubuk menjaga meriam, yang di kuatirkan hanyalah Jepang dan merekapun telah mengeluarkan pengumuman resmi akan tetap netral dan tidak akan perang dengan Amerika, sedangkan Jerman masih jauh di Eropa. Oleh sebab itu mereka bagaikan musang yang kelaparan merangkak menuju bar-bar, berdansa dan minum-minum untuk merayakan peristiwa itu.

Dilain pihak, setelah kementrian peperangan Jepang mengelurakan pengumuman, langsung memberangkatkan kapal induknya lengkap dengan segala armadanya. Setalah kerlipan di kepulauan Hawai nampak barulah pemerintah Jepang mengumumkan Perang Asia Timur Raya ke segenap penjuru dunia. Jepang merasa dirinya tidak lagi terikat dengan segala bentuk perjanjian. Pengumuman ini langsung ditujukan kepada Amerika Serikat.

Musik yang melengking di pub-pub dan restoran di kepulauan Hawai, dan dengan penjagaan yang sedang kosong ini merupakan sasaran empuk bagi pesawat-pesawat Jepang. Bombardemen dari udara menjadikan pasukan Amerika tidak dapat berbuat banyak. Bergelimpanganlah mayat-mayat pasukan Amerika dalam bar-bar dan restoran. Seluruh meriam pantai cepat dibungkam oleh pesawat kamikaze ini, kemudian diikuti oleh pasukan KKO Jepang mendarat dengan tenang tanpa perlawanan, kemudian disusul dengan pasukan infanteri. Hawai yang begitu di agung-agungkan yang dikatakan tidak terpatahkan hanya dalam satu minggu bertekuk lutut kepada Jepang.

Peristiwa pendaratan tentara Dai Nipon di kepulauan Hawai ini sangat mencemaskan Amerika Serikat serta mengejutkan sekutunya. Timur jauh terancam bahaya, dan bagaimanapun dengan telah diumumkannya perang oleh pemerintah Jepang kepada Amerika dan sekutunya berarti perang dunia ke II dengan resmi telah dibuka. Laut, darat, dan udara di jagad raya ini penuh dengan permainan maut, dan tiap jengkal bumi ini akan disiram darah merah.

Berhasilnya pasukan Jepang mendarat di kepulauan Hawai merupakan surprise bagi bala tentara Dai Nipon. Semangat “jibaku” menyala-nyala di dada setiap prajurit. Jepang bertekat menyelesaikan perang ini dengan segera dan dengan tekad kemenangan terakhir oleh Jepang. Oleh karena itu sistem kilat dan cepat perlu dilaksanakan, secara teratur satu demi satu dataran Asia dan kepulauannya direbut dengan gagah berani oleh pasukan Jepang.

Dilain pihak Inggris dan sekutunya bertekat pula untuk mempertahankan tiap bumi terutama disekitar Timur Jauh. Terlebih lagi Singapura harus dipertahankan dari pendaratan Jepang. Satu-satunya pertahanan di Asia Tenggara adalah Singapore dan apabila ini jatuh berarti Hindia Belanda secara langsung terancam dan berarti pula Australia yang merupakan Dominion Inggris dan New Zealan berada diujung tanduk. Menyadari hal yang demikian, baik para politisi dunia maupun pasukan sekutu tidak ada jalan lain selain harus mempertahankan Singapore dengan segala resiko. Untuik itu pertahann di Singapore harus diperkokoh.

Sebaliknya pihak Jepang ingin memperlihatkan kemampuan para prajuritnya dan kemampuan bangsa Asia untuk memenangi perang yang kini sedang berkobar di jagad raya ini. Oleh sebab itu siang dan malam pasukan Jepang terus bergerak dengan segala keangkuhannya dan mencaplok satu demi satu Vietnam, Laos, Hongkong, Malaya menyerah kepada Jepang. Tidak lama kemudian Singapore jatuh bertekuk lutut dibawah Bayonet Tua ini, Indonesia dalam keadaan gawat.

Sebenarnya para politisi Indonesia jauh sebelum Malaya dan Singapore jatuh ketangan pasukan Jepang telah meminta kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk mempersenjatai rakyat Indonesia, untuk sama-sama mempertahankan dan sama-sama menghadapi Jepang. Tapi Belanda yang besar kepala ini tidak menghiraukan buah pikiran pemimpin rakyat Indonesia ini. Akibatnya, pada tanggal 8 Maret 1942 Belanda bertempat di kalijati, Jawa Barat menyerah tanpa syarat kepada Jepang.

Kalau ditinjau dari sejarah perkembangan bangsa Indonesia, beralasan pula bila Belanda tidak mau mempersenjatai rakyat Indonesaia. Yang pertama di kuatirkan jika senjata ini kembali ditujukan kepada Belanda alias senjata makan tuan. Sebaliknya rakyat Indonesia sendiri belum terlatih dalam perang moderen. Tapi yang terlebih dari hal ini adalah apabila rakyat Indonesai akan mempergunakan kesempatan ini. Justru itu Belanda berusahan sendiri menghadapi Jepang yang akhirnya mengiring mereka ke kamp konsentrasi. Jadilah bangsa Belanda sebagai tawanan perang, malah dituduh lagi sebagai penjahat perang asia timur raya.

Berhasilnya Jepang mendarat di kepulauan nusantara banyak dibantu oleh bangsa Indonesia. Bantuan ini diberikan terutama karena bangsa Indonesia sudah muak dengan sikap besar kepala Belanda ini, yang menganggap bangsa Indonesaia ini sebagai dengan budak dan harus diberlakukan sebagai budak. Bahkan “Indo Belanda” sendiri merrendahkan martabat bangsanya sendiri. Lebih hebatnya lagi mereka lebih Belanda dari Belanda itu sendiri, baik itu dalam sikap maupun perbuatan. Kendatipun ia lahir dari kandungan seorang ibu bangsa Indonesaia dengan bapak bangsa Belanda , tapi sikap dan keangkuhannya lebih hebat dari tuannya. Sebaliknya keberhasilan Jepang mendarat berkat hembusan angin surga yang ditiupkan oleh Jepang yaitu Asia adalah Asia, Jepang dan Indonesia sama dan Jepang datang bukan untuk menjajah tapi akan melepaskan bangsa Asia dan Indonesia dari belenggu jajahan. Jepang akan memerdekakan bangsa-bangsa Asia dan seribu janji lagi yang ditiupkan oleh Jepang yang bagi bangsa Indonesia merupakan suatu harapan. Oleh karena janji-janji dan tiupan angin surga inilah bangsa Indonesia memberikan bantuan agar serdadu Jepang segera mendarat kemudian melepaskan mereka dari jajahan Belanda. “Jepang dan Indonesia sama-sama neee … “.

Dalam masa pendaratan Jepang di kepulauan Indonesia ini ada beberapa adengan lucu. Belanda-Belanda dan Indo-Belanda berusaha “manyaru” sebagai bangsa Indonesia dengan mencat tubuhnya dengan arang dan cat pelikan. Rambut dihitamkan, pakai peci dan kemudian berusaha berlindung dibalik kain pribumi. Tapi usaha mereka ini tiadakan berhasil sempurna. Apabila kulit dan rambut dapat dicat tiba di ata bagaimana ? Oleh sebab itu dalam waktu singkat seluruh Belanda dan Indo Belanda dapat digiring ke kamp konsentrasi. Mereka tidak dapat berkutik atas bangsa Asia yang Jepang ini.

Sebagai bukti akan maksud baik Jepang kepada bangsa Indonesia, maka seluruh bangsa Belanda yang dibenci selama berabad abad oleh bangsa Indonesai telah ditangkap. Semua serdadu ditahan. Untuk daerah Sumatera Barat dipenjarakan di Asrama Militer Ganting. Kemudian para pembesar sipil dikirim ke Sijunjung jadi Romusha membuat jalan kereta api ke arah Pekanbaru. Ribuan pula yang dikirim ke LOGAS mengerjakan tambang emas yang diusahakan oleh Jepang. Sedangkan bangsa Indonesia terutama para pemudanya dipanggil untuk berlatih dan dilatih sebagai serdadu, kemudian disuruh membuat lobang-lobang perlindungan dan kubu-kubu pertahanan dan benteng-benteng beton di tempat-tempat strategis. Benteng beton bertulang besi ini sanggup menahan gempuran dan dinamit . Selanjutnya Jepang membentuk BKR (Badan Keamanan Rakyat) yaitu semacam tentara rakyat yang dipersenjatai. Mereka dilatih bagai militer dengan semangat baja dibawah pimpinan Syosha (mayor) Akiyama. Semuanya ini, kubu-kubu, benteng, lobang perlindungan, dan kubu-kubu perlindungan serta BKR diadakan untuk menghadapi serangan sekutu yang diduga akan menyerang Jepang.

Untuk menarik perhatian rakyat bahwa Jepang benar beri’tikad baik datang ke Indonesia, mula-mula bendera merah putih disuruh kibarkan disamping bendera Jepang. Bendera Jepang di kanan dan bendera Indonesai di kiri. Oleh karena Jepang datang untuk membebaskan bangsa Indonesii dari belenggu jajahan, pemuda pemudanya semua harus dilatih. Mereka dipanggil untuk “Gyo Gun” dan “Hai Hoo”. Semua pemuda Indonesia harus sanggup pegang senjata sebagai persiapan untuk merdeka. Dari sekarang mereka harus dilatih dan disekolahkan. Demikian pula dengan pemudi/puteri bangsa Indonesai harus disekolahkan baik sebagai juru rawat, bidan, ataupun palang merah. Pokoknya seluruh pemuda-pemudi bangsa Indonesai harus bangkit dan siap menghadapi kemerdekaan. Untuk itu mereka akan di didik di sekolah-sekolah Jepang di luar negeri. Maka berduyun-duyunlah para pemuda-pemudi bangsa Indonesia mendaftar dan teradaftar untuk disekolahkan ke luar negeri. Untuk itu agar bangsa Indonesia itu lekas memperoleh kemerdekaannya maka rakyat harus dengan sukarela membantu kelancaran perang asia timur raya ini, membantu saudara tua memenangkan peperangan. Untuk itu seluruh hasil sawah ladang, padai, jagung ,serta ubi jalar dan ubi kayu harus diantarkan secara sukarela kepada pos-pos serdadu Jepang yang ada di tiap-tiap pelosok. Akibat terpancing akan kemerdekaan ini maka mengalirlah hasil bumi rakyat memadati gudang-gudang perbekalan Jepang di seluruh Indonesia.

Matur pertama kali diinjak oleh “saudara tua” ini pada hari Kamis tanggal 16 Maret 1942 jam 11.00. Terus mengerajangi setiap sudut dan liku, memasuki kantor-kantor mencari “Oranda” (Belanda), kemudian mereka datang ke sekolah-sekolah rakyat di sekitar pasar Matur. Semua guru-guru wanita lari meninggalkan anak didiknya, takut kepada serdadu Jepang ini. Tinggallah para pelajar yang tidak tau apa-apa. Oleh Jepang, anak sekolah yang tidak tau apa-apa ini diajari menyanyi dan bergembira serta menari-nari. Pada menit itu juga diajarkan kepada anak sekolah rakyat ini lagu “Kimigayo” dan mulai saat itu dilarang menyanyikan lagu Belanda, begitu juga dengan bahasa Belanda harus dihapus dikikis habis dari mata pelajaran ditukar dengan bahasa Jepang dengan huruf Katakana.

Bukan anak sekolah saja yang diharuskan menukar pelajarannya kepada bahasa Jepang dengan aksara Katakana, tapi juga semua penduduk baik tua muda, laki-laki perempuan wajib belajar bahasa Jepang. Bukankah Jepang itu saudara tua bangsa Indonesai. “Jepang – Indonesia sama-sama naa …”

Dalam memberikan bantuan untuk kepentingan perang asia timur raya ini Matur juga tidak mau ketinggalan. Banyak para pemudanya yang dikirimkan ke luar negeri untuk disekolahkan menurut versi Jepang, kecuali anak gadisnya tidak ada yang dikirim. Seluruh rakyat bahu membahu membuat benteng dan pos pengintai, demikian pula dengan hasil bumi seperti kopi, padi, jagung, bahkan kayu api diserahkan kepada pasukan Jepang yang pada saat ini membuat posnya di Guguak Endah. Indonesia dan Jepang sama-sama naa …”

Kalau pada mulanya rakyat merasa sangat melangit karena akan kemerdekaan oleh saudara tuanya, sedangkan sang saudara tua ini pada mulanya bersifat lemah lembut dan bersahabat dengan rakyat, tapi tidak lama kemudian sekitar dua bulan saja mereka serdadu Jepang berada di wilayah Indonesia ini mereka kembali pada tujuan pokoknya untuk apa sebenarnya mereka datang, tidak lain adalah sebagai penjajah. Hal ini terbukti dengan sikap dan perbuatannya yang jauh lebih kejam daripada Belanda dahulunya.

Kalau tadinya mereka membujuk dengan seribu janji memanggil pemuda pemudi untuk diseko-lahkan, sekarang semua laki-laki harus melapor kepada “Kompetei” kemudian dikirim ke Logas, Sijunjung, Air Molek. Semua laki-laki diperkerjakan tanpa diberi upah dan makan hanya sekedar ransum “sagu rumbia” tiga kali sehari. Hanya itu makanan para pekerja romusha ini. Pelayanan kesehatan sama sekali tidak ada. Akibatnya banyak para pemuda-pemuda yang mati kelaparan. Selain itu karena proyek-proyek Jepang ini pada umumnya berada di hutan belantara tidak sedikit pula yang mati karena serangan penyakit malaria dan serangan binatang buas. Ratusan bahkan ribuan bangsa Indonesia yang sempat jadi romusha ini yang mati secara menyedihkan. Pekerjaan membuat jalan kereta api, mem-bor tempat minyak di air molek, serta membuat lubang pertahanan yang berkilo meter panjangnya ini tanpa dilindungi oleh menu yang cukup serta tanpa pengawasan kesehatan dan tanpa diberi makan secara wajar menyebabkan bangsa Indonesia telah mati sebelum waktunya.

Lobang perlindungan di pusat pemerintahan Jepang di Sumatera terletak di Bukittinggi, dibawah kota yang berhawa sejuk dengan penduduknya yang ramah-tamah ini. Dibawahnya di dalam perut kota ini penuh dengan jalur-jalur lobang simpang siur yang entah berapa banyaknya. Tidak sedikit korban jiwa. Jika mereka tidak mati selama bekerja karena daya tahan fisiknya, maka mereka akan mati oleh samurai Jepang. Sebabnya rumah siap tukang dibunuh ialah karena para pekerja terlalu banyak tahu akan rahasia yang terpendam dalam lobang-lonbang diperut bumi kota jam gadang ini. Agar rahasia tetap terjamin hanya ada satu jalan, semua pekerja harus mati. Kalau tidak mati oleh penderitaan selama bekerja maka mereka akan enemui ajal oleh samurai.

Lain halnya dengan penderitaan yang dialami oleh pemudi-pemudi dari daerah Jawa, mereka yang rencananya akan dididik ke luar negeri dalam berbagai ilmu pengetahuan, kenyataannya seluruh anak gadis yang sempat dibawa dari kampung halamannya itu dijadikan gundik, pelacur, pemuas nafsu angkara murka sedadu Jepang dimana saja mereka berada diseluruh dataran Asia. Memang mereka dikirim ke luar negeri namun untuk penghibur dan pemuas nafsu Jepang. Tidak sedikit anak gadis Indonesia yang menjadi pelacur baik didalam maupun luar negerii. Akibatnya banyak anak-anak yang tidak berdosa lahir. Mereka yang telah sempat melahirkan jangan diharap akan dipakai. Akhirnya jadilah mereka manusia jalanan, sampah masyarakat. Mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Untuk pulang ke kampung halamannya pun mereka merasa malu. Akibatnya tidak sedikit puteri-puteri bangsa Indonesia yang mati bunuh diri. Mati karena malu juga mati karena kelaparan.

Para tunas-tunas bangsa anak pelajar sekolah dasar dan pelajar tingkat SLTP, separuh dari pelajaran digunakan untuk bergotong-royong membuat kebun tanaan muda. Seluruh sekolah-sekolah yang tadinya pekarangannya luas untuk berolah raga sekarang dijadikan kebun ubi dan jagung. Seluruh kegiatan olah raga ditukar dengan kegiatan gotong-royong.

Bahasa Jepang merupakan bahasa wajib untuk dipelajari. Sebelum masuk sekolah mereka semua harus “Kere” (hormat menekurkan kepala) ke arah matahari terbit menghormati tanah leluhur saudara tua dan hormat kepada kaisar Tenno heika.

“Kere” atau menekurkan kepala ke arah matahari terbit ini berlaku wajib untuk seluruh anak bangsa Indonesia dan dilaksanakan setiap pagi. Siapa yang berani manantang akan mendapatkan siksaan. Hanya ada satu manusia yang berani menantang kere ini, ialah Inyiak De Er atau Inyiak Dr. Karim Amrullah. Beliau berkata kepada opsir Jepang ketika ditanya kenapa tidak mau “kere ke Tokyo, “hanya Allah yang harus disembah”. Peristiwa ini merupakan legenda bagi bangsa Indonesia karena pada jaman Jepang tidak ada yang berani berkutik pada pemerintah “Daitoa” ini, tapi beliau selamat tidak disiksa dan juga beliau dihormati oleh Jepang itu. Apa sebab demikian tidak lain karena Jepang tahu bahwa Inyiak Karim Amrullah (ayah dari Buya Hamka) itu adalah ikutan ummat . Pengaruh beliau sangat besar di kawasan Mingkabau. Oleh sebab itu Jepang terpaksa bersikap agak lunak demi keamanan dan kelangsungan perang pasifik atau perang Asia Timur Raya.

Di Guguak Endah terdapat. Kubu pertahanan dan pos-pos pengintaian yang alangkah tingginya, terbuat dari betung sambung-menyambung lebih kurang lima batang betung tingginya. Pos ini dijaga terus-menerus, sedangkan surau tempat anak-anak mengaji selama ini dipergunakan untuk asrama militer Jepang. Ke asrama inilah harus di antar oleh rakyat tiap hasil sawah dan ladangnya. Juga kayu api harus diantar secara bergiliran.

Kalau tadinya pada jaman Van De Bosch kepada rakyat diwajibkan menanam kopi, sekarang semua kopi-kopi rakyat itu harus dimusnahkan dan ditukar dengan tanaman-tanaman muda seperti ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan lain-lainnya. Jepang menghembuskan bahwa Amerika, Inggris, Perancis, dan Belanda itu bila tidak minum kopi mereka akan mati kedinginan, sedangkan bangsa Indonesia yang berada di garis katulistiwa selalu dapat curahan sinar matahari sehingga tidak perlu minum kopi. Oleh sebab itu agar musuh-musuh asia itu cepat mati oleh kedinginan sekaligus bangsa Indonesia telah ikut berjuang dalam menghancurkan Amerika dan sekutunya. Disamping itu juga berarti kebutuhan bahan pokok harian rakyat bertambah.

Pada mulanya begitulah caranya Jepang membujuk rakyat untuk memusnahkan tanaman kopinya, tapi selang dua bulan kemudian bukan lagi bersifat persuasi atau bujukan, tapi sudah merupakan perintah wajib untuk dikerjakan dan bila perintah ini tidak dilaksanakan alamat badan akan sengsara diujung bayonet atau samurai. Akibatnya habis semua pokok kopi rakyat ditukar dengan tanaman muda, dan apabila telah panen nantinya hanya seperlima dari hasil tersebut untuk rakyat sedangkan sisanya harus diantar sendiri kepada pasukan Jepang yang mengawal di benteng-benteng atau pos-pos pengintai.

Penderitaan rakyat bukan sekedar itu. Makin lama perang Dai Toa Senso diselesaikan makin parah rakyat meikul tanggung jawab perang. Semua kekayaan harus di daftarkan. Emas, perak semua harus diserahkan kepada Jepang untuk pembeli dan pembuat amunisi. Mesin jahit, lampu stromking semua disita demi kepentingan perang. Kepada rakyat hanya diberikan janji, kelak setelah selesai perang semua kerugian akan dibayar berlipat ganda. Jepang – Indonesia sama-sama naaa . . .

Oleh karena empat perlima dari hasil panen rakyat harus diserahkan kepada serdadu Jepang, sedangkan rakyat yang mengolah sendiri hanya mendapat seperlima, maka terjadilah kelaparan dimana-mana. Rakyat sudah mulai kurus kering, lutut sudah besar, rambut sudah rontok-rontok. Kembali sebagai nenek moyangnya di jaman prasejarah memakan rumput-rumputan, “ambang-ambang”, dan “sisanda”, kulit ubi kayu, daun ubi jalar dan entah apalagi tanaman rimba yang tumbuh liar telah menjadi makanan rakyat. Disebabkan makan yang tidak beraturan dan tidak bergizi ini, tidak sedikit masyarakat yang mati karena busung lapar. Belum yang mati di medan perang. Demikian juga yang mati di tempat-tempat kerja paksa. Penderitaan rakyat tidak bisa lagi digambarkan dengan sewajarnya. Mereka keluar rumah tidak lagi memakai baju kain. Kalaupun ada satu dua yang berbaju kain pasti bahannya terambil dari kain pintu atau kain kasur.

Kebutuhan lainnya seperti gula, minyak lampu, garam, tidak ada orang menjual di pasaran. Rakyat mulai kenal dengan karet mentah untuk dibakar pada malam hari akan ganti lampu. Paling tinggi minyak getah dan ada juga yang hidup d tungku-tungku dapur menjelang tidur, malam yang melarutkan dan menggelisahkan karena derita.

Penderitaan rakyat ini tidak dapat dilukiskan satu demi satu, apalagi yang tidak diberikan oleh rakyat, baik secara sukarela maupun secara terpaksa. Apa yang ada padanya telah diserahkan kepada sedadu. Pemuda-pemudi serta orang-orang kampung yang kuat-kuat diambil dengan bujuk rayu dan dengan paksaan. Pemuda telah dijadikan “Gyo Hun” dan “Hei Ho”, “Sei Nen Dang” dan “Bagodang”. Pemudinya telah jadi palang merah, atau jadi gundik. Orang kapung dikirim ke Logas membuat jalan dan menambang minyak. Kekayaan hasil bumi dan kekayaan pribadi lainnya telah diambil dan di rampas oleh Jepang. Apa yang dapat diberikan oleh serdadu Jepang kepada rakyat Indonesia . . .? Hanya kelaparan, kemiskinan. Rakyat telah memakai baju dari kulit kayu atau disebut dengan “Kulit Tarok”, baju goni dan kalau mati tidak lagi dikafani dengan kain putih seperti yang diajarkan oleh agama Islam, tapi dikafani dengan tikar putih. Sengsara yang tiada terlupakan . . .

Kemelut penderitaan ini dibarengi pula dengan segala macam penyakit. Penyakit sembab-sembab, beri-beri, malaria, buta senja, penyakit kulit gatal-gatal dan yang paling banyak membawa korban adalah malaria, cacar, dan disentri. Ratusan bahkan ribuan yang mati karena penyakit. Hanya itu warisan yang ditinggalkan Jepang, kematian yang tidak wajar dan Jepang telah menyebarkan maut di dataran asia. Tujuan Jepang ialah ingin men “Jepang-kan” rakyat Indonesia dengan cara membunuh secara biadab penduduk Indonesia uisa 10 tahun keatas, kemudian tinggal yang kecil-kecil untuk di Jepangkan. Inilah saudara tua yang akan memberikan kemerdekaan itu.

Penderitaan yang timpa-bertimpa dan tindih-bertindih ini menjadikan bangsa Indonesia bertambah dewasa jiwa kebangsaannya. Mereka menyadari suku-suku yang ada di nusantara ini adalah satu bangsa. Para pemimpin bangsa Indonesia yang melihat derita sengsara rakyatnya bertambah kuat niatnya untuk berusaha melepaskan diri dari belenggu penjajahan ini. Secara beranting gerakan bawah tanah mempelajari situasi dunia terutama situasi perang pasifik. Hei Ho dan Gyo Gun putra-putra Indonesia dibina secara diam-diam untuk sewaktu waktu mengalihkan bayonetnya ke perut Jepang. Jepang boleh tahu siapa rakyat Indonesia itu, tapi sekarang menjelang menunggu kesempatan itu sesuai dengan kemampuan, kembali para pemimpin Indonesia menghembuskan secara diam-diam “bersatu teguh bercerai runtuh”. Hanya dengan persatuan dan kesatuanlah segala sesuatunya dapat dilaksanakan. Pereratlah hubungan silaturahmi antara bangsa Indonesia. Hembusan ini sampai juga ke Matur yang bergelimang dengan segala penderitaan.

Sudah dapat dipastikan, pandangan jauh kedepan pemimpin bangsa Indonesia tidak lain agar pemuda-pemuda Indonesia itu tau pula mempergunakan senjata moderen, dan bila tiba saatnya nanti tidak akan canggung lagi meghadapinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar