Para politisi dunia telah meramalkan bahwa Jepang selaku sekutu Jerman akan menyerang Asia dengan suluruh kepulauannya, menyebar terus ke
Siaran pemerintah Jepang pada jam 1 siang waktu setempat masih mengatakan bahwa Jepang tidak akan melibatkan diri dari kancah peperangan yang kini sedang berkobar di Eropah. Juga Jepang mengumumkan tetap netral dan tidak ingin perang dengan Amerika maupun dengan sekutu-sekutunya. Mendengar siaran resmi pemerintah Jepang ini, seluruh pasukan marinir yang mengawal garis perbatasan di kepaulauan Hawai menjadi gembira. Meraka mengadakan pesta di restauran restauran. Meraka tidak lagi siaga dan waspada. Untuk apalagi selalu berada dalam gubuk-gubuk menjaga meriam, yang di kuatirkan hanyalah Jepang dan merekapun telah mengeluarkan pengumuman resmi akan tetap netral dan tidak akan perang dengan Amerika, sedangkan Jerman masih jauh di Eropa. Oleh sebab itu mereka bagaikan musang yang kelaparan merangkak menuju bar-bar, berdansa dan minum-minum untuk merayakan peristiwa itu.
Dilain pihak, setelah kementrian peperangan Jepang mengelurakan pengumuman, langsung memberangkatkan kapal induknya lengkap dengan segala armadanya. Setalah kerlipan di kepulauan Hawai nampak barulah pemerintah Jepang mengumumkan Perang Asia Timur Raya ke segenap penjuru dunia. Jepang merasa dirinya tidak lagi terikat dengan segala bentuk perjanjian. Pengumuman ini langsung ditujukan kepada Amerika Serikat.
Musik yang melengking di pub-pub dan restoran di kepulauan Hawai, dan dengan penjagaan yang sedang kosong ini merupakan sasaran empuk bagi pesawat-pesawat Jepang. Bombardemen dari udara menjadikan pasukan Amerika tidak dapat berbuat banyak. Bergelimpanganlah mayat-mayat pasukan Amerika dalam bar-bar dan restoran. Seluruh meriam pantai cepat dibungkam oleh pesawat kamikaze ini, kemudian diikuti oleh pasukan KKO Jepang mendarat dengan tenang tanpa perlawanan, kemudian disusul dengan pasukan infanteri. Hawai yang begitu di agung-agungkan yang dikatakan tidak terpatahkan hanya dalam satu minggu bertekuk lutut kepada Jepang.
Peristiwa pendaratan tentara Dai Nipon di kepulauan Hawai ini sangat mencemaskan Amerika Serikat serta mengejutkan sekutunya. Timur jauh terancam bahaya, dan bagaimanapun dengan telah diumumkannya perang oleh pemerintah Jepang kepada Amerika dan sekutunya berarti perang dunia ke II dengan resmi telah dibuka. Laut, darat, dan udara di jagad raya ini penuh dengan permainan maut, dan tiap jengkal bumi ini akan disiram darah merah.
Berhasilnya pasukan Jepang mendarat di kepulauan Hawai merupakan surprise bagi bala tentara Dai Nipon. Semangat “jibaku” menyala-nyala di dada setiap prajurit. Jepang bertekat menyelesaikan perang ini dengan segera dan dengan tekad kemenangan terakhir oleh Jepang. Oleh karena itu sistem kilat dan cepat perlu dilaksanakan, secara teratur satu demi satu dataran
Dilain pihak Inggris dan sekutunya bertekat pula untuk mempertahankan tiap bumi terutama disekitar Timur Jauh. Terlebih lagi Singapura harus dipertahankan dari pendaratan Jepang. Satu-satunya pertahanan di Asia Tenggara adalah Singapore dan apabila ini jatuh berarti Hindia Belanda secara langsung terancam dan berarti pula Australia yang merupakan Dominion Inggris dan New Zealan berada diujung tanduk. Menyadari hal yang demikian, baik para politisi dunia maupun pasukan sekutu tidak ada jalan lain selain harus mempertahankan
Sebaliknya pihak Jepang ingin memperlihatkan kemampuan para prajuritnya dan kemampuan bangsa
Sebenarnya para politisi
Kalau ditinjau dari sejarah perkembangan bangsa
Berhasilnya Jepang mendarat di kepulauan nusantara banyak dibantu oleh bangsa
Dalam masa pendaratan Jepang di kepulauan
Sebagai bukti akan maksud baik Jepang kepada bangsa
Untuk menarik perhatian rakyat bahwa Jepang benar beri’tikad baik datang ke
Matur pertama kali diinjak oleh “saudara tua” ini pada hari Kamis tanggal 16 Maret 1942 jam 11.00. Terus mengerajangi setiap sudut dan liku, memasuki kantor-kantor mencari “Oranda” (Belanda), kemudian mereka datang ke sekolah-sekolah rakyat di sekitar pasar Matur. Semua guru-guru wanita lari meninggalkan anak didiknya, takut kepada serdadu Jepang ini. Tinggallah para pelajar yang tidak tau apa-apa. Oleh Jepang, anak sekolah yang tidak tau apa-apa ini diajari menyanyi dan bergembira serta menari-nari. Pada menit itu juga diajarkan kepada anak sekolah rakyat ini lagu “Kimigayo” dan mulai saat itu dilarang menyanyikan lagu Belanda, begitu juga dengan bahasa Belanda harus dihapus dikikis habis dari mata pelajaran ditukar dengan bahasa Jepang dengan huruf Katakana.
Bukan anak sekolah saja yang diharuskan menukar pelajarannya kepada bahasa Jepang dengan aksara Katakana, tapi juga semua penduduk baik tua muda, laki-laki perempuan wajib belajar bahasa Jepang. Bukankah Jepang itu saudara tua bangsa Indonesai. “Jepang –
Dalam memberikan bantuan untuk kepentingan perang
Kalau pada mulanya rakyat merasa sangat melangit karena akan kemerdekaan oleh saudara tuanya, sedangkan sang saudara tua ini pada mulanya bersifat lemah lembut dan bersahabat dengan rakyat, tapi tidak lama kemudian sekitar dua bulan saja mereka serdadu Jepang berada di wilayah Indonesia ini mereka kembali pada tujuan pokoknya untuk apa sebenarnya mereka datang, tidak lain adalah sebagai penjajah. Hal ini terbukti dengan sikap dan perbuatannya yang jauh lebih kejam daripada Belanda dahulunya.
Kalau tadinya mereka membujuk dengan seribu janji memanggil pemuda pemudi untuk diseko-lahkan, sekarang semua laki-laki harus melapor kepada “Kompetei” kemudian dikirim ke Logas, Sijunjung, Air Molek. Semua laki-laki diperkerjakan tanpa diberi upah dan makan hanya sekedar ransum “sagu rumbia” tiga kali sehari. Hanya itu makanan para pekerja romusha ini. Pelayanan kesehatan sama sekali tidak ada. Akibatnya banyak para pemuda-pemuda yang mati kelaparan. Selain itu karena proyek-proyek Jepang ini pada umumnya berada di hutan belantara tidak sedikit pula yang mati karena serangan penyakit malaria dan serangan binatang buas. Ratusan bahkan ribuan bangsa
Lobang perlindungan di pusat pemerintahan Jepang di Sumatera terletak di Bukittinggi, dibawah
Lain halnya dengan penderitaan yang dialami oleh pemudi-pemudi dari daerah Jawa, mereka yang rencananya akan dididik ke luar negeri dalam berbagai ilmu pengetahuan, kenyataannya seluruh anak gadis yang sempat dibawa dari kampung halamannya itu dijadikan gundik, pelacur, pemuas nafsu angkara murka sedadu Jepang dimana saja mereka berada diseluruh dataran
Bahasa Jepang merupakan bahasa wajib untuk dipelajari. Sebelum masuk sekolah mereka semua harus “Kere” (hormat menekurkan kepala) ke arah matahari terbit menghormati tanah leluhur saudara tua dan hormat kepada kaisar Tenno heika.
“Kere” atau menekurkan kepala ke arah matahari terbit ini berlaku wajib untuk seluruh anak bangsa
Di Guguak Endah terdapat. Kubu pertahanan dan pos-pos pengintaian yang alangkah tingginya, terbuat dari betung sambung-menyambung lebih kurang
Kalau tadinya pada jaman Van De Bosch kepada rakyat diwajibkan menanam kopi, sekarang semua kopi-kopi rakyat itu harus dimusnahkan dan ditukar dengan tanaman-tanaman muda seperti ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan lain-lainnya. Jepang menghembuskan bahwa Amerika, Inggris, Perancis, dan Belanda itu bila tidak minum kopi mereka akan mati kedinginan, sedangkan bangsa Indonesia yang berada di garis katulistiwa selalu dapat curahan sinar matahari sehingga tidak perlu minum kopi. Oleh sebab itu agar musuh-musuh asia itu cepat mati oleh kedinginan sekaligus bangsa
Pada mulanya begitulah caranya Jepang membujuk rakyat untuk memusnahkan tanaman kopinya, tapi selang dua bulan kemudian bukan lagi bersifat persuasi atau bujukan, tapi sudah merupakan perintah wajib untuk dikerjakan dan bila perintah ini tidak dilaksanakan alamat badan akan sengsara diujung bayonet atau samurai. Akibatnya habis semua pokok kopi rakyat ditukar dengan tanaman muda, dan apabila telah panen nantinya hanya seperlima dari hasil tersebut untuk rakyat sedangkan sisanya harus diantar sendiri kepada pasukan Jepang yang mengawal di benteng-benteng atau pos-pos pengintai.
Penderitaan rakyat bukan sekedar itu. Makin lama perang Dai Toa Senso diselesaikan makin parah rakyat meikul tanggung jawab perang. Semua kekayaan harus di daftarkan. Emas, perak semua harus diserahkan kepada Jepang untuk pembeli dan pembuat amunisi. Mesin jahit, lampu stromking semua disita demi kepentingan perang. Kepada rakyat hanya diberikan janji, kelak setelah selesai perang semua kerugian akan dibayar berlipat ganda. Jepang –
Oleh karena empat perlima dari hasil panen rakyat harus diserahkan kepada serdadu Jepang, sedangkan rakyat yang mengolah sendiri hanya mendapat seperlima, maka terjadilah kelaparan dimana-mana. Rakyat sudah mulai kurus kering, lutut sudah besar, rambut sudah rontok-rontok. Kembali sebagai nenek moyangnya di jaman prasejarah memakan rumput-rumputan, “ambang-ambang”, dan “sisanda”, kulit ubi kayu, daun ubi jalar dan entah apalagi tanaman rimba yang tumbuh liar telah menjadi makanan rakyat. Disebabkan makan yang tidak beraturan dan tidak bergizi ini, tidak sedikit masyarakat yang mati karena busung lapar. Belum yang mati di
Kebutuhan lainnya seperti gula, minyak lampu, garam, tidak ada orang menjual di pasaran. Rakyat mulai kenal dengan karet mentah untuk dibakar pada malam hari akan ganti lampu. Paling tinggi minyak getah dan ada juga yang hidup d tungku-tungku dapur menjelang tidur, malam yang melarutkan dan menggelisahkan karena derita.
Penderitaan rakyat ini tidak dapat dilukiskan satu demi satu, apalagi yang tidak diberikan oleh rakyat, baik secara sukarela maupun secara terpaksa. Apa yang ada padanya telah diserahkan kepada sedadu. Pemuda-pemudi serta orang-orang kampung yang kuat-kuat diambil dengan bujuk rayu dan dengan paksaan. Pemuda telah dijadikan “Gyo Hun” dan “Hei Ho”, “Sei Nen Dang” dan “Bagodang”. Pemudinya telah jadi palang merah, atau jadi gundik. Orang kapung dikirim ke Logas membuat jalan dan menambang minyak. Kekayaan hasil bumi dan kekayaan pribadi lainnya telah diambil dan di rampas oleh Jepang. Apa yang dapat diberikan oleh serdadu Jepang kepada rakyat
Kemelut penderitaan ini dibarengi pula dengan segala macam penyakit. Penyakit sembab-sembab, beri-beri, malaria, buta senja, penyakit kulit gatal-gatal dan yang paling banyak membawa korban adalah malaria, cacar, dan disentri. Ratusan bahkan ribuan yang mati karena penyakit. Hanya itu warisan yang ditinggalkan Jepang, kematian yang tidak wajar dan Jepang telah menyebarkan maut di dataran
Penderitaan yang timpa-bertimpa dan tindih-bertindih ini menjadikan bangsa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar