Minggu, 11 Maret 2012

Pengantar Penulis


Sudah lama naskah “Mencari Kedamaian” terbengkalai, bertahun masa sudah berlalu, namun selalu saja ada benturan untuk menyelesaikannya, namun penulis tetap berusaha agar sejarah Matur yang serba unik dapat selesai dan segera dapat dibaca oleh putra-putri Matur dimana saja berada.

Penulis menginsyafi sedalam dalamnya bahwa tulisan ini tidak mutlak untuk dipercaya seratus persen karena Minangkabau tidak punya tambo atau bukti tertulis lainnya sebagai pedoman. Minang hanya dikenal “kaba-dari-kaba” dan tidak mungkin dapat di pedomani untuk menyusun sebuah tulisan yang bersifat ilmiah. Karenanya penulis cenderung untuk mengadakan seminar sebelum naskah dicetak atau disebar luaskan kepada pembaca. Justru itulah yang menjadikan naskah ini tak kunjung selesai. Selanjutnya andaikata naskah mencari kedamaian ini dicetak, pemasarannya pun terasa sempit karena hanya orang Matur yang cinta kampung halamannya saja yang ingin mengetahui sejarah kampung halamannya, sedangkan keluarga dikampung sendiri tidak punya kemauan untuk mengungkit sejarah kampung halamannya.

Penulis mencoba membagi beberapa bab dalam tulisan ini antara lain bab pra sejarah yang bersifat nomaden, jaman hindu, mulai membentuk nagari, jaman pra-padri, jaman padri, masuknya Belanda sebagai penjajah, yang diikuti dengan perintah tanam paksa dan berodi disertai pajak blasting yang tinggi.

Matur mulai mengenal dunia pendidikan sejak 1 Oktober 1871, dengan arti lain 17 tahun lebih tua dari Hardiknas yang diperingati tiap tahun oleh bangsa Indonesia sekarang.

Terbukanya terusan Suez di jazirah Arab pada tahun 1689 menjadikan rakyat Aceh bertambah makmur karena hubungan dagang antara Aceh dan negeri Timur Tengah bertambah dekat. Justru itu Aceh menjadi idaman bagi rakyat Matur yang telah pandai tulis baca. Merantau ke Aceh jadi idaman karena beberapa faktor, antara lain : Pertama, Aceh adalah negara Islam, sama dengan rakyat Matur yang telah lama menganut faham Islam sekurang kurangnya sejak jaman pra padri dibawah komando Tuanku Nan Renceh. Kedua, tetap di Matur berarti tetap jadi anak jajahan, harus berodi dan membayar blasting. Akibatnya rakyat Matur pergi merantau ke Aceh yang telah lama makmur.

Berakhirnya belanda sebagai penjajah digantikan dengan Jepang yang aduhai kejamnya, negara fasis yang sungguh biadab dan tak punya perikemanusiaan. Semua pemuda ditangkap dan dipaksa untuk ke Logas membuat jalan kereta api dari Sijunjung ke Pekanbaru serta jadi Romusha membuat tambang minyak dan banyak yang mati kelaparan.

Proklamasi 17 Agustus 1945 membangkitkan semangat yang tak bisa dibendung. Semua rakyat besar kecil, tua muda, laki-laki perempuan ingin berkorban demi Indonesia merdeka.

Rakyat Matur siap berkorban untuk membela Indonesia merdeka. Apapun akan diberikan, harta nyawa sekalipun bila dikehendaki rela dikorbankan, karena mereka telah mengalami pahitnya dijajah, baik oleh Belanda maupun oleh Jepang sesama bangsa Asia.

Matur jadi markas besar Divisi Banteng Sumatera tengah. Dari Maturlah dikobarkan semangat juang prajurit untuk Sumatera tengah. Kalau pemerintahan sipil selalu mobil di Sumatera tengah dan berpusat di Koto Tinggi Suliki Payakumbuh dan Sumpur Kudus daerah Sawahlunto Sijunjung. Demikian juga halnya dengan pasukan TNI, selalu mobil dari suatu daerah ke daerah lainnya di Sumatera tengah, tapi staf kwartirnya berada di Matur, dan kepala staf Divisi Banteng putra Matur yaitu bapak Abdul Halim atau yang lebih populer dengan panggilan Aleng, kemenakan dari Tuanku Lareh Sirah Mato.

Karena Matur terbilang aman maka Matur jadi daerah para pengungsi dari Padang, Padangpanjang, dan Bukittinggi karena kota kota tersebut telah diduduki oleh NICA (Belanda).

Demikianlah sejarah ringkas perjuangan Matur, sesungguhnya harus bangga dengan negerinya karena :

  1. Punya pendidikan / sekolah jauh sebelum Hardiknas yang diperingati tiap tahun oleh bangsa Indonesia, yang pada hakekatnya Hardiknas itu peringatan kelahiran Ki Hajar Dewantoro 1987. Sedangkan Matur telah meletakkan pola dasar pendidikan pada tahun 1871. Dengan arti lain 17 tahun lebih tua dari Hardiknas.
  2. Matur adalah markas besar pejuang / staf kwartir Divisi banteng, selama perang melawan Belanda pada Klass ke II

Akhirul kalam, penulis mengharapkan sekali sumbangan pikiran dari pembaca apabila kiranya tulisan ini jauh dari kenyataan dan saya selaku penyusun naskah siap menanti uluran tangan dan kritikan yang bersifat membangun. Semoga generasi selanjutnya dapat memahami betapa pahitnya derita sengsara yang dirasakan oleh nenek moyang kita, mulai dari jaman nomaden, pra padri, jaman padri, dan dijajah oleh bangsa asing.

Wassalam dari penulis,

Anwar Harry St. Pamenan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar