Situasi pengambilalihan kekuasaan ini pada mulanya oleh rakyat Matur sangat tidak dihormati. Tapi oleh sebagian para pemimpin dijadikannya peristiwa ini sebagai alasan atau ketidak seimbangan anggaran biaya negara atau disebut juga perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Namun rakyat Matur yang telah lama mengenal dunia pendidikan juga para perantaunya selalu bersifat korrek, untuk sementara mereka jadikan perisrtiwa 20 Desember 1956 itu sebagai kaca perbandingan untuk masa selanjutnya.
Rakyat Matur yang hampir-hampir saja kehilangan kepercayaan kepada para pemimpin yang suka mengumbar janji selalu jadi perhatian. Mereka tidak mau lagi kehilangan tongkat sampai dua kali. Mereka selalu korrek untuk meng-iakan saja tiap ucapan para pemimpin itu. Mereka ingin bukt. Siapa saja boleh memimpin asal saja pimpinan itu benar-benar menepati janji.
Peristiwa 20 Deseber 1956 melahirkan Dewan Banteng, kemudian diikuti oleh Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan Lambung Mangkurat dan Permesta. Seluruh
Sifat korek rakyat Matur ini dengan mudah saja dapat dimaklumi oleh pemuka-pemuka masyarakat, terutama para pemimpin tingkat Kabupaten Agam. Untuk ini pihak Dewan banteng segera mendirikan Pesanggerahan yang dibakar oleh serdadu NICA pada masa revolusi. Pesanggerahan ini kemudian dijadikan kantor camat.
Melihat bangunan yang cukup megah, bahkan sampai sekarang untuk daerah Sumatera Barat boleh dikatakan bahwa kantor Camat Matur termasuk bangunan kelas satu, besar dan megah dan jauh lebih baik dari bangunan Belanda sendiri. Melihat kenyataan ini rakyat Matur cepat sekali berpartisipasi pada Dewan banteng, dan bila telah berpartisipasi berarti mudah di atur sesuai dengan nama negerinya. Mereka bukan saja mau mengatur tapi juga mau diatur asal kena caranya.
Matur yang tadinya suka hidup bergotong royong tanpa memperkirakan tenaga dan waktu yang terbuang, kemudian menjadi masyarakat apatis selanjutnya mengkomersilkan tiap jerih payah mereka. Tapi sekarang setelah melihat i’tikad baik dari Dewan Banteng dalam pembangunan daerah, sebagai realisasi tuntutan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah menjadikan rakyat Sumatera Barat tambah populer. Apalagi setelah rakyat Matur melihat adanya bangunan Kantor Camat, jembatan Air Sumpu, jembatan Bukit Sirih dan jembatan Tanjung Lurah - Air Katik. Demikian pula pembangunan Ulu Bandar telah banyak yang ditangani, jadilah Dewan Banteng disenangi oleh raakyat, terutama Matur.
Secara jujur kita harus berani mengakui terjadinya jiwa apatis pada masyarakat selama ini tidak lain karena banyaknya janji-janji yang diobral oleh mereka yang menamakan diri pemimpin . Tapi sekarang mereka tidak melihat lagi janji-janji kosong itu, jadi tiadalah salahnya bila masyarakat sekarang mau saja diajak bergotong royong untuk memperbaiki tali bandar. Bergotong royong untuk mebersihkan jalan-jalan dan tempat-tempat ibadah serta i’tikad baik dari pemimpin. Mereka sekali lagi mau pula di atur. Yang penting tau caranya.
Setelah Kepala Staf Sipil Mayor Syofyan Ibrahim menghambur uang Rp. 1.000.000,- untuk tiap daerah tingkat II se-Sumatera Barat untuk segala jenis pembangunan dalam daerah masing-masing, jadilah Dewan Banteng tambah populair di mata masyarakat banyak. Mereka tidak perduli uang dari mana itu, yang penting bagi rakyat ialah bahwa negerinya sekarang telah dapat perhatian dan tambah lama tambah bagus berkat adanya pembangunan dari berbagai sektor. Akibatnya melangitlah nama Ahmad Husain di mata rakyat Sumbar. Dipuja dan dipuji tidak ketingglan rakyat Matur pun memuji tindakan Ahmad Husain dengan Dewan Bantengnya itu.
Tuntutan rakyat Matur agar memperoleh sebuah rumah sakit segera di realisir oleh Dewan Banteng dengan sebuah bangunan terletak di daerah Sasok Sitarung Matur Mudik. Sebagai bukti tanda terima kasih rakyat kepada Dewan Banteng maka rakyatpun mau pula disuruh untuk bergotong-royong membuat jalan ke rumah sakit tersebut sepanjang 2 km. Mereka menginsyafi bahwa pembangunan bukanlah tugas orang-seorang tapi adalah tugas seluruh rakyat
Rakyat
Sukarno-Hatta bagi rakyat Matur adalah dua tokoh Nasional yang mereka harapkan untuk membimbing bangsa
Rakyat Matur selalu mengikuti perkembangan situasi nasional dengan membaca beberapa harian yang terbit di
Kecintaan rakyat akan pemimpin serta tanggalnya dwi tunggal itu, semua ini di ekspos oleh para politikus. Dewan Banteng yang tadinya namanya telah melangit sekarang meningkat namanya setelah adanya tiga tuntuntan mereka yaitu :
1. Utuhkan kembali Dwi tunggal Soekarno-Hatta
2. Kembali ke Undang-Undang Dasar 1945
3. Singkirkan PKI ari pemerintahan
Tiga tuntutan Dewan Banteng ini kemudian melahirkan PRRI, yaitu Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia, mendapat tanggapan positif bagi seluruh masyarakat Sumbar, tidak kecuali Matur.
Keutuhan Dwi tunggal Soekarno-Hatta sudah lama dikehendaki rakyat
Terjadinya keretakan Dwi tunggal Soekarno-Hatta disebut-sebut oleh rakyat Matur karena kita tidak lagi berpijak kepada Undang-Undang Dasar ’45. Bukankah kita itu namanya telah menyalahi sumpah “sekali merdeka tetap merdeka’ yang diiringi dengan sumpah ‘merdeka atau mati’. Apa itu semua kalau bukan untuk mempertahankan proklamasi ’45 dan Undang-Undang Dasar ’45. Ingat, tiap jengkal bumi
Rakyat Matur yang telah lama menganut agama Islam dengan segala senang hati menerima tuntutan Dewan Banteng agar PKI, Partai Komunis
Rakyat Matur sangat benci terhadap komunis, apalagi setelah mempelajari penghianatan mereka pada bulan September 1948 yang menikam negara RI dari belakang. Untunglah pada saat itu bapak Hatta cepat bertindak. Justru karena itu pula nama bapak Hatta bagaikan malaikat dari langit bagi rakyat Matur dan kepada beliau diharapkan sangat untuk memimpin bangsa
Lahirnya PRRI ditengah-tengah gelombang nasional dianggap oleh rakyat yang cinta damai dan cinta akan persatuan dan kesatuan serta cinta akan agama Islam dengan menjunjung tinggi falsafah negara Pancasila. Kedatangan PRRI adalah justru untuk menyelamatkan negara dari kehancuran, kalaulah tri tuntutannya dimengerti oleh pusat. Begitulah pendirian rakyat Matur yang ada dikampung menyokong perjuangan PRRI.
Tiap perbuatan menanggung resiko, juga tiap pembicaraan meminta bukti. Demikianlah juga lahirnya PRRI, menghendaki pengorbanan untuk mempertahankan. Tapi rakyat tidak menghendaki adanya perang saudara, karena perang saudara adalah merupakan suatu aib dan menyimpang dari ajaran hikmah kebijaksanaan perwakilan. Tapi apa hendak dikata baik di daerah yang telah begitu berani melahirkan ultimatum 5 kali dua puluh empat jam, maupun pusat tanpa pertimbangan demi untuk keselamatan rakyat, sama-sama telah mengakhiri lahirnya PRRI ini dengan menghunus senjata masing-masing. Timbullah perang, kacaulah persatuan dan kesatuan, mana kawan dan mana lawan, sungguh sulit kalau untuk melukiskannya. Masing-masing pihak mengemukakan kebenarannya. Mereka saling menuduh, rakyat Matur jadi terharu, dan perang tidak bisa di elakkan lagi.
Atur yang tadinya lengang karena penduduknya yang terkenal sebagai “perantau minded”, sekarang telah pulang kampung. Ramailah kembali atur. Tiada pembicaraan selain dari memperkatakan situasi nasional dan situasi perang.
PRRI tidak mungkin lahir kalaulah tuntuan Dewan Banteng di seluruh
Daerah tidak menginginkan perang. Tapi pusat, begitu PRRI di umumkan langsung mem-bombardir Bukittinggi dan
Begitulah akhirnya sejak di umumkan PRRI bulan Pebruari 1958. Tiga bulan kemudian yaitu pada bulan Mei pusat pemerintahan PRRI, Bukittinggi jatuh ketangan pemerintah pusat. Praktis seluruh
Masyarakat Sumbar yang selama ini telah merasakan bahwa Dewan Banteng tidak main-main dan memang telah menunjukkan i’tikad baiknya dengan sendirinya rakyat mematuhi dan mengikuti ajakan para pemimpin Dewan Banteng. Mereka mengosongkan
Matur bagaikan
Di Matur tidak ada pasukan reguler dan juga tidak ada markas markas korps mahasiswa. Yang ada hanya Komando Vak atau semacam KMK. Sekedar untuk menerima dan mengirim laporan ke pusat pemerintahan kabupaten atau ke dinas-dinas terkait sesuai dengan situasi. Matur hanya diramaikan oleh penduduk asli yang selama ini merantau, sekarang pulang kampung.
Pada tanggal 5 Juli 1958 presiden Soekarno mengumumkan kembali ke UUD ’45 yang disebut dengan Dekrit 5 Juli. Rakyat Matur menyambut gembira Dekrit 5 Juli ini, tapi sayang tidak di ikuti dengan kembalinya Dwi tinggal Soekarno-hatta dan diikuti pembentukan Dewan Pertimbangan Agung yang anggotanya berjumlah 46 orang, anatra lain para tokoh PKI seperti DN Aidit, Nyoto, Siau Giok Tjan, Sujono Atmo, dan dilanjutkan dengan pembentukan DEPERNAS juga anggotanya banyak dari orang-orang PKI seperti Ir. Sakirman, Tjao Sik Iend. Ke semuanya itu disimak dan di pelajari oleh Masyarakat Matur apalagi oleh para pemimpin PRRI. Sekarang jelas bahwa pemerintah pusat telah di monopoli oleh kaum atheis, yang dibenci dan dicela oleh rakyat yang agamis. Namun sebegitu jauh Matur masih aman dan tidak terganggu oleh pasukan pusat.
Pada peringatan 17 Agustus hari proklamasi 1958 diperingati dengan meriah.
Sekarang timbul tanda tanya bagi kita, kenapa Matur harus dipertahankan sedemikian rupa ? Tiada lain karena Matur berada di garis yang sangat strategis, baik ditinjau dari segi militer, ekonomi, dan politik Matur merupakan garis persimpangan yang sangat ideal. Oleh sebab itu Matur harus direbut dari PRRI dengan segala resiko. Bila Matur jatuh, kabupaten Pasaman, yang disebut sebut sebagai kabupaten yang ‘pas-aman’ dengan jatuhnya Matur Pasaman akan terancam dan akan mudah di kuasai oleh tentara pusat. Demikian juga front kamang dan front Palupuh akan mudah dikuasai oleh pusat.
Sebaliknya bagi PRRI adalah merupakan kunci terakhir dan juga harus dipertahankan oleh pasukan PRRI dengan segala resiko. Akibatnya pada tanggal 1 Mei 1959 terjadilah pertempuran di seluruh front, Balingka, Pintu Angin, Janjang Batang, dan Bukit Kapanasan selama lima hari lima malam tiada hentinya terdengar rentetan senjata otomatis berkumandang di jagad raya. Pasukan PRRI, dibantu benteng alami, sedangkan pusat dibantu oleh pesawat mustang dan tembakan kanon yang tiada henti-hentinya.
Pada tanggal 5 Mei 1959 pasukan PRRI sangat kelelahan karena pasukan cadangan sedang berada di ‘lembah anai’ dibawah koando mayor Johan sedang bertempur pula dengan ABRI. Akibatnya pasukan PRRI tak punya cadangan, maka front berangsur ke titik nadir yaitu di pendakian Batang Kasiak menjelang Matur. Di sinilah komandan kompi Banteng reiders, Lettu Muslim tewas. Akibatnya seluruh pasukan reiders jadi marah dan tanpa memperdulikan korban pasukan reiders terus maju dan maju, dan membakari seluruh rumah di tepi jalan. Maka Matur jadi lautan api
Pada jam 17.30 WIB tanggal 5 Mei 1959, setelah bertempur sejak tanggal 1 Mei 1959, matur jatuh ke tangan tentara pusat. Ratusan rumah jadi puing dibakar. Apa boleh buat , perang menghendaki pengorbanan yang tiada batas. Tamatlah sudah riwayatmu Matur yang cinta damai. Matur silahkan meratapi diri bak bunyi hadis melayu :
Rumah gadang basandi perak
Dima lah angin ka dapek lalu
Antah kok di liang gririk lantai
Hati bimbang tasingkok tidak
Silah urang nan ka tau
Antah kok urang nan marasai
Babunyi badia dibukik kalung
Tandonyo parang ka manjadi
Bapasan kami rang kampuang
Sadang sansai nagari kini
Aie bangih
Aie rimbo bajalan malam
Hati bangih dapek dibujuak
Hati ibo ramuak didalam
Bagus sekali...dan klu masih ada tlg di posting lagi...ini bagus utk kita
BalasHapusBagus sekali...dan klu masih ada tlg di posting lagi...ini bagus utk kita
BalasHapusMohon maaf sebelumnya, bisa gak minta no hp bapak, saya ada penelitian mengenai PRRI di nagari matur
BalasHapus