Minggu, 11 Maret 2012

III. KEBUDAYAAN ARAB DAN KEDATANGAN ISLAM

Sebelum kita membicarakan kedatangan kebudayaan Arab dan ajaran Islam, perlu diketahui bahwa agama Hindu dan Budha sektar abad VII telah menguasai dan jadi agama rakyat di kepulauan Indonesia. Agama Hindu – Budha Brahmana berkembang ditengah-tengah masyarakat bukan saja oleh karena nenek moyang mereka berasal dari India belakang sebagai sumber agama Hindu-Budha di dunia, tapi juga karena arus perdagangan bangsa India ke daerah kepulauan Indonesia. Disamping melakukan perdagangan, mereka juga membawa para zending-zending Budha.

Pengaruh agama Hindu Budha Brahmana telah menjadikan hicup dan kehidupan berkasta-kasta, bertingkat-tingkat, menjadikan manusia ini hidup berkelas-kelas. Mudahnya agama Hindu Budha ini meresap ketengah-tengah kehidupan masyarakat banyak tersebab agama ini sangat mengutamakan hidup damai dan tenteram. Mereka tidak mau berperang dalam mengembangkan keyakinan, dan tiap-tiap kasta harus hidup berdampingan tanpa membuat suatu petentangan serta mengutamakan kedamaian abadi.

Seorang tokoh agama pendada (kepala agama semacam imam dalam Islam atau Pastor dalam agama kristen) lebih tinggi kedudukannya daripada seorang raja. Kata-kata Pendada ini sangat dihormati baik oleh raja, rakyat biasa maupun turunan bangsawan Hindu Budha patuh dan taat kepada ucapan Pendada. Mereka tidak berani membantah dan menentang Pendada karena Pendada adalah merupakan jelmaan dari dewa-dewa yang selalu mereka puja. Oleh sebab itu ucapan Pendada tidak mereka tantang, apalagi agama ini sangat mementingkan hidup damai dan berusaha terus mengembangkan bakat segala macam ukiran dan seni pahat serta bangunan dengan segala macam arcanya.

Agama Hindu Budha adalah sebagai pengrajin pahatan dan ukiran ini dapat kita lihat betapa agungnya bangunan candi Borobudur, candi Mendut, candi Prambanan di Jawa, candi Muaratakus di Sumatera. Bangunan tersebut penuh dengan ukiran dan pahatan. Semua bangunan mereka kerjakan tanpa memakai ala perekat semen, tapi berabad-abad umurnya tidak terkalahkan oleh musim. Peristiwa ini semua menunjukkan akan ketenangan jiwa mereka. Tanpa ketenangan dan ketekunan yang terkandung dalam iman ke-Budhaan tidak mungkin bangunan raksasa Borobudur dan Mendut itu akan dapat mereka selesaikan. Suatu bukti dari kehidupan ingin damai dan tenteram dari ajaran Budha dan juga ajaran ini adalah, mereka sangat memuliakan arwah-arwah para nenek moyang mereka. Mereka mempunyai suatu keyakinan bahwa kematian bagi mereka adalah suatu kelahiran baru. Mati di pulau Bali umpamanya, bisa saja arwah si mati ini nanti menjadi buah kandungan bagi orang Eropah atau Arab. Oleh sebab itu mereka memuja para arwah dengan suatu pengharapan agar lekas kembali hidup di dunia melalui kandungan seseorang yang kelak menjadikan manusia Budha.

Peristiwa seorang bangsa Amerika yang diberi nama Ktut Tantri yang datang ke Bali sekitar tahun 1936 sebagai turis akhirnya terpaut jiwanya akan keindahan alam Bali dan keaslian kehidupan manusia serta kedamaian yang menonjol, oleh Pendada dan raja Bali warga Amerika ini dikatakan sebagai jelmaan dari kematian keturunan mereka yang akhirnya lahir di Amerika dan kemudian mencari nenek moyangnya ke Bali dan jadilah sang turis ini sebagai anak ke empat dari raja Bali. Ini adalah keyakinan agama kami kata raja.

Peristiwa Ktut Tantri ini merupakan petunjuk bagi kita bahwa sisa-sisa agama Hindu Budha sampai sekarang masih ada di kepulauan Indonesia. Seperti halnya di pulau Bali penduduknya mayoritas beragama Hindu dan sampai sekarang kehidupan mereka tetap aman dan damai. Suatu keistimewaan ialah mereka dapat bertahan dari pengaruh dunia luar walaupun pulau Bali tiap hari dikunjungi turis turis luar negeri dan bahkan konferensi para turis sedunia pernah dilaksanakan disana, namun pulau Bali tidak terpengaruhleh kebudayaan asing. Demikian pula disana tidak pernah kia dengar rakyat ditangkap karena mencuri. Tidak berlebihan bila orang menyebutnya bahwa pulau Bali adalah pulau khayangan.

Suatu hal yang perlu kita catat disini yang kelak akan jadi pembicaraan ramai dalam Islam ialah menyabung ayam atau mengadu ayam. Dalam kepercayaan Hindu Budha kegiatan ini adalah merupakan bahagian dalam upacara agama. Sampai sekarang di Bali dapat kita lihat masyarakatnya masih melakukan adu ayam dan ini tidak bisa dicegah oleh pemerintah karena adu ayam ini adalah dalam rangka upacara agama.

Masuknya agama Islam ke nusantara sekitar abad XIII yang dibawa para pedagang Gujarat, Parsi/Yaman sebagaimana halnya pedagang India, pedagang Arab ini juga membawa zending Islam. Melalui dunia perdagangan secara berangsur-angsur agama Islam mereka resapkan dalam kehidupan masyarakat di kepulauan nusantara ini. Agama Islam yang dibawa oleh bangsa Arab ini tidak menimbulkan perlawanan bagi rakyat yang pada saat itu telah memeluk Budha, tapi berkat gigihnya serta dimodali jiwa yang penuh keimanan kepada Allah swt, para pedagang Arab ini berhasil menanamkan keyakinan Isalam ditengah-tengah kehidupan masyarakat di kepulauan Indonesia.

Faktor penting mudahnya rakyat mencerna agama Islam dalam kehidupan mereka ialah karena mudahnya agama ini dipelajari. Juga Islam menghapus hidup berkasta-kasta. Lebh dari itu Islam sangat memuliakan wanita. Islam juga mengajarkan hidup rukun dan damai, mengutamakan kedamaian serta penuh kegotong royongan.

Dalam Islam manusia itu adalah sama, tidak ada tinggi rendahnya. Semulia-mulia seorang muslim tergantung imannya kepada Allah swt. Derajat seseorang dalam Islam ditentukan oleh perbuatannya, kejujuran, kebenaran, dan keadilan serta gerak tindaknya dalam masyarakat. Itu merupakan ukuran akan kelebihan seseorang. Oleh sebab itu tiap insan muslim berkewajiban menjaga martabatnya agar jangan sampai tercela. Berlakulah jujur dan berbuatlah yang benar serta satukanlah kata dengan perbuatan. Berdasarkan itu lama-lama agama Hindu Budaha yang telah berkuasa sejak abad VII jadi terdesak. Islam sebagai agama baru benar-benar baru untuk memperbaharui segala tingkah kehidupan manusia.

Mula-mula agama Islam tersebar di daerah pantai dan pelabuhan yang banyak berhubungan dengan pedagang Parsi dan Arab, kemudian berangsur-angsur masuk ke pedalaman. Setelah itu raja dan para bangsawan yang pada mulanya mementingkan perdagangan merasa tertarik akan Islam kemudian mengakui agama itu sebagai agamanya. Lalu rakyat biasa menelan pula agama Islam itu sebagai agama yang harus mereka imani, terutama di Minangkabau yang memuliakan kaum wanita, dengan sendirinya agama Islam cepat berkembang. Jadilah Islam sebagai agama rakyat, namun demikian pengaruh agama Hindu Budha masih tetap melekat dalam kehidupan manusiawinya, terutama dalam upacara kelahiran, perkawinan, dan kematian. Demikian pula dalam kehidupan sehari-hari seperti meyabung ayam, mereka namakan kegiatan iini sebagai adat.

Kalau tadinya dalam ajaran Hindu Budha perhelatan menyambut bayi, pesta perkawinan dan kematian merupakan acara agama yang harus dilaksanakan, tetapi setelah penduduk mengakui dirinya pemeluk agama Islam, maka kegiatan wajib dalam agama Hindu Budha itu mereka jadikan sebagai adat. Jadi ada adat menanti bayi, adat perkawinan, dan adat kematian. Di beberapa daerah di Sumatera Barat seperti di IV Koto, Talawi, Sungai Sariak Pariaman dan beberapa kampung di daerah Solok selatan dan bahkan dalam kota Padang di daerah Pauah IX acara kematian sering mereka lakukan memotong ternak, mayat terbujur, ternakpun dipotong untuk disantap bersama. Peristiwa itu mereka namakan menurut adat.

Berkat ketabahan dan ketekunan dari para guru agama Islam menjalankan dan memberikan fatwa, lama kelamaan pengaruh Hindu Budaha itu menjadi terdesak dan untuk daerah Sumatera Barat boleh dikatakan sudah mulai hilang sama sekali yang disebut sebagai agama Hindu Budha. Walaupun pengaruhnya kemudian disebut sebagai adat masih ada, tapi tidak lagi menyolok benar.

Pabila agama Islam masuk ke Minangkabau ? siapa yang mula-mula membawanya, dari mana masuknya agama Islam ? apakah dari pantai barat Sumatera atau dari pantai timur Sumatera ? hal ini akan kita temui beberapa tulisan dan pendapat. Untuk sekedar mengetahui, bukan sebagai pembanding, baiklah kedua pendapat itu akan kita turunkan disini. Mudah-mudahan dengan demikian nanti kita akan memperoleh suatu keyakinan atau akan memperoleh bahan bandingan studi dari mana masuknya Islam ke Sumatera barat ini. Tapi dalam tulisan ini bukan untuk membandingkan pendapat, sebab yang pokok ialah bagaimana caranya Islam itu dapat menjalar relung-relung kehidupan masyarakat Matur yang jauh terletak di pedalaman kabupaten Agam.

Menurut catatan sejarah, pada tahun 1511 di timur sumatera dikenal dengan nama Bandar Malaka di semenanjung Malaysia adalah bandar teramai yang dikunjungi oleh para pedagang Arab, bangsa Parsi, Aden/Yaman, Cina, India, dan segenap angsa-bangsa di dunia yang menjadikan Bandar Malaka sebagai bandar yagn teramai di kawasan Asia tenggara. Bukan saja ramai oleh arus perdagangan, namun juga ramai oleh karena bandar malaka sebagai pusat kebudayaan Arab dan pusat kebudayaan Islam di asia. Kemudian kerajaan Islam di Malaka ini ditaklukkan oleh bangsa Portugis, sehingga Sultan Malaka memindahkan kerajaannya ke pedalaman sungai Kampar di dusun Pekan Tua, kecamatan Bunut, kabupaten Kampar propinsi Riau. Disini di dusun Pakan Tua agama Islam berkembang dengan pesatnya, dan kampung kampung disekelilingnya dengan cepat memeluk paham Islam, dan dari Dusun Pekan Tua inilah agama Islam itu menjalar ke pelukan Merapi dan Singgalang. Jadilah ia sebagai agama rakyat di Minangkabau.

Berdasarkan uraian inilah diyakini bahwa Islam itu datang dari pantai timur sumatera tepatnya dari derah Riau. Menurut Sdr.Temmas D. Assegaf, dalam edisi Singgalang No.899 tahun X, bahwa di Desa Pekan Tua terdapat makan Syekh Burhanuddin sebagai penyebar agama Islam di daerah Kampar, tapi tidak ada hubungan dengan makam Sh\yekh Burhanuddin Ulakan, hanya kebetulan saja senama dan se profesi yaitu sama-sama guru agama Islam dan tidak mungkin pula sebaliknya itu juga orangnya. Tapi yang jelas kata tulisan Temmas D. Assegaf bahwa yang dimaksud Burhanuddin dalam ejaan bahasa Arab ialah “Mutiara Agam”. Benar tidaknya tulisan Themmas D. Assegaf tersebut dan benar tidaknya pula kalimat Burhanuddin menurut sastra Arab sama dengan Mutiara Agam, kita serahkan kepada ahli sejarah dan ahli bahasa Arab.

Sebaliknya tidak pula tertutup kemungkinan untuk memperkatakan bahwa pada zaman dan waktu yang sama hiduplah dua orang yang senama dan seprofesi sebagai guru agama. Sebagaimana halnya kita juga beranikan untuk menyebut bahwa islamnya Riau daratan justru datangnya dari Ulakan Pariaman melalui dataran Kuntu, Lipat Kain, Basrah terus ke Rengat Siak Sri Inderapura.

Selanjutnya ada yang berpendapat bahwa masuknya ajaran Islam ke pedalaman Sumatera Barat melalui barat pulau Sumatera. Pada saat itu sekitar abad ke XIV sultan Aceh telah membuka Darussalam sebagai ibu kota perguruan agama Islam, disebutlah sebagai guru besarnya Syekh Abdul Rauf yang juga berguru kepada Syekh Almalikul Shalih dari Ibnu Battuta dari Mekah. Salah satu dari murid Syekh Abdul Rauf ini adalah Syekh Burhanuddin Ulakan Pariaman dan beliau yang tersebut terakhir inilah yang mula-mula pertama membawa Islam ke Minangkabau melalui Tapak Tuan, Singkil, Barus dan terus ke Pariaman. Lalu di Ulakan mereka membuka perguruan Islam maka banyaklah murid beliau yang datang dari berbagai penjuru termasuk dari Riau daratan.

Dengan demikian kita jumpai dua pendapat dalam tulisan ini. Satu mengatakan bahwa Islam datang dari timur melalui Bandar Malaka, dan satu lagi mengatakan Islam datang dari barat melalui Aceh. Yang jelas, agama Islam itu tampak kuat pengaruhnya di bagian utara dan barat sumatera yang pengaruh agama Hindunya tidak berapa kuat. Bahasa daerahnya pun banyak dipengaruhi oleh bahasa Arab yang kemudian dikenal dengan bahasa Melayu, yang dengan sedikit perubahan kemudian menjadi bibit bahasa Indonesia.

Kendatipun nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari India belakang, tapi pengaruh Islam dan kebudayaannya menjadikan bangsa Indonesia menjadi lebih dekat dengan negeri Arab dalam batinnya. Demikian pula bila kita lihat peta bumi, Indonesia lebih dekat kepada negeri Cina, tetapi kebudayaan Barongsai tidak sesuai dengan pandangan penduduk Indonesia. Walaupun negeri Cina dekat, tapi terasa jauh dalam batin.

Kedatangan Islam di Agam terutama di Matur telah banyak membawa perobahan, baik cara berbuat maupun cara bertindak masyarakat. Kalau tadinya para nenek moyang orang Matur yang bertempat di Laman Gadang telah menentukan adat yang akan dipakai, demikian dengan jumlah suku tidak boleh ditambah dan dikurangi, maka sekarang untuk kesempurnaan adat itu, serta kelangsungan hidup untuk melanjutkannya kembali para pengembara ini berhimpun untuk membentuk suatu nagari menurut syarak dan adat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar